STOP FOMO TREND PENDAKIAN GUNUNG

Pendahuluan
Seiring berjalannya waktu, pariwisata bukan lagi sekedar keinginan setiap individu,
melainkan sudah menjadi kebutuhan, karena sebagain besar masyarakat sudah menganggap
pariwisata sebagai bagian dari gaya hidup mereka. Menurut trauner, 2006) pariwisata diangap
sebagai kebutuhan maka dari itu destinasi di wisata akan semakin meningkat dan beragam dan
memfokuskan untuk memberikan kepuasan terhadap wisatawan. Sektor pariwisata di Indonesia
dinilai mampu berperan efektif dalam meningkatkan devisa negara. Hal ini tidak terlepas dari
perkembangan kebutuhan pariwisata yang tidak hanya di Indonesia bahkan di seluruh dunia.
Karena kebutuhan masyarakat terhadap pariwisata yang semakin hari semakin meningkat, sektor
ini dinilai mempunyai potensi besar dimasa depan. Sektor pariwisata tidak hanya mengarah pada
revitalisasi perekonomian masyarakat disekitarnya.
Namun pariwisata diposisikan sebagai sarana penting untuk menyampaikan budaya alam
daerah tersebut. Motivasi wisatawan untuk mencari sesuatu yang baru dan mendapatkan
pengalaman wisata yang berkualitas menyebabkan peningkatan pemintaan wisatawan minat
khusus, wisata minat khusus seringkali dilakukan dan semua kalangan banyak menggemari hal itu
seperti tracking, rafing (mengarungi Sungai), diving (menyelam), hiking (mendaki) dan berburu.
Indonesia terbagi menjadi beberapa kepulauan dengan bentang alam yang cukup luas. Terletak
di ring of fire dan indonesia memiliki jumlah gunung terbanyak. Maka dari itu wisata outdoor yang
kerap kali dijadikan olahraga bagi kalangan anak muda. Salah satu bentuk wisata outdoor yang
mulai mendapat perhatian luas adalah wisata pendakian gunung (hikking/climbing tour). Wisata
pendakian gunung meliputi kegiatan wisata yang menikmati keindahan pegunungan dan
sekitarnya. Oleh karena itu, jenis wisata ini ada kaitannya dengan wisata alam (nature tourism),
wisata pedesaan (rural tourism), wisata alternatif (alternative tourism). Kegiatan hikking yang

seringkali menjadi sorotan akhir-akhir ini oleh wisatawan mancanegara yaitu gunung kawah ijen,
gunung marapi, gunung rinjani, gunung bromo dan lain-lain (Mudana et al., 2017). Saat ini
pendakian gunung sedang diminati banyak kalangan terutama kalangan anak muda, karena merasa
tertantang dengan aktivitas trekking melewati jalan-jalan sempit samping kanan dan kiri dipenuhi
pepohonan. Tidak semua individu bisa melakukan aktivitas tersebut. Pendakian gunung harus
memiliki bekal pengetahuan tentang bahaya yang akan dihadapi saat melakukan aktivitas
pendakian. Seringkali terjadi pada pendaki gunung yaitu hipotermia Tri Susilowati dkk., 2020.
Menurut Pramudya & Hidayat, (2017) Pendakian gunung merupakan perjalanan melalui
daerah pegunungan yang melewati lembah-lembah dan biasanya dijadikan tempat liburan serta
dijadikan tempat penjelajahan ke puncak-puncak yang sangat tinggi dan cukup berbahaya.
Pendakian gunung adalah sebuah aktivitas olahraga diluar ruangan yang cukup digemari banyak
kalangan dan memerlukan pengalaman, pelatihan, peralatan yang memadai, serta kekuatan fisik,
kekuatan mental, pengetahuan tentang alam dan perlu mempersiapkan dengan baik (Ardianto et
al., 2015).
Lailissaum et al., (2013) mengungkapkan aktivitas pendakian gunung merupakan suatu
aktivitas yang cukup berbahaya, dan tidak menutup kemungkinan seringkali ada korban. Maka
dari itu perlunya mempersiapkan fisik dan mental sebelum melakukan aktivitas tersebut serta
membawa bekal informasi mengenai gunung yang akan didaki. Seringkali wisatawan tidak
menghiraukan hal itu. Tanpa disadari perjalanan seringkali terhambat akibat kurang konsentrasi
dan melewati jalur yang cukup curam.
Walaupun aktivitas pendakian gunung sudah banyak berita beredar mengenai korban dari
erupsi, pendaki hilang, maupun jatuh, tak sedikit pun seseorang menghiraukan himbauan tersebut.
Karena pendakian gunung saat ini sedang tren di kalangan anak muda, dan melakukan aktivitas
pendakian karena takut ketinggalan trend, tujuan mendaki hanya ingin berswafoto mengabadikan
momen di media sosial.
Gunung Ijen merupakan gunung berapi yang berada di ketinggian 2386 mdpl diatas
permukaan laut dengan fenomena alam yang disebut blue fire biasa disebut api biru dan gunung
Rinjani dengan titik tinggi 3.726 mdpl termasuk gunung tertinggi ke 2 di Indonesia dijuluki gunung
vulkanik. Dan juga akhir-akhir ini gunung Marapi menjadi sorotan juga termasuk gunung yang
masih aktif dan pada saat itu erupsi yang terjadi tidak dapat diprediksi sebelumnya maka dari itu

gunung Marapi masih beroperasi yang menyebabkan beberapa pendaki yang menjadi korban
erupsi dari gunung tersebut. Sebelum memulai pendakian diharuskan mencari informasi sedetail
mungkin tentang gunung yang akan dituju, serta juga mempersiapkan fisik dan metal saat
diperjalanan. Karena banyak terjadi pada pendaki persiapan mental sudah matang namun fisiknya
saat terkena suhu dingin tidak dapat menahan biasanya disebut “Hipotermia” yang sangat perlu
diperhatikan karena berujung kematian.
Zaman sekarang kalo ada trend apapun itu di media sosial, tidak hanya anak muda kalangan
masyarakat lainnya juga sangat antusias untuk mengikuti trend tersebut agar tidak dikira kurang
update. Terkadang namanya juga trend apapun itu pasti dilakukan tanpa memikirkan sisi
negatifnya terlebih dahulu sebelum bertindak.
Pembahasan
Saat ini jadi sorotan publik Gunung Marapi yang sempat mengeluarkan erupsinya pada bulan
Desember lalu yang terletak di Sumatera Barat dengan ketinggian 2891 mdpl (meter di atas
permukaan laut). Gunung Marapi juga ada di level II termasuk gunung aktif, gunung Marapi ini
sudah mengeluarkan erupsinya sebanyak 66 kali dan dua kali di tahun 2023. Erupsi yang
berlangsung cenderung sebentar terlebih lagi erupsinya tidak dapat diprediksi. Pada saat kejadian
erupsi Gunung Marapi pada bulan Desember lalu tidak ada tanda-tanda sebelumnya yang
mengakibatkan sekitar 23 orang dinyatakan meninggal.
Pendakian gunung bukan sekedar seni “menaklukan” medan terjal untuk mencapai puncak
gunung, sambil berswafoto dan membagikannya kepada masyarakat melalui media sosial. Banyak
kalangan anak muda memaknai pendakian gunung sebagai “cara hidup untuk mendapatkan
pemahaman hidup yang lebih mendalam atau sekedar mengenal diri sendiri.
Menurut MacCannel (1999), pendakian merupakan upaya menempatkan diri mereka di
deretan leisure class (deretan orang yang sudah berpengalaman) mendekati alam cara mereka
menikmati hidup. Pendakian gunung tidak hanya digemari kalangan anak muda melainkan
masyarakat dari berbagai kalangan juga ikut serta dalam trend pendakian gunung dengan tujuan
yang berbeda-beda. Walaupun kebanyakan dari aktivitas pendakian gunung sering memakan
korban namun, tidak begitu berpengaruh terhadap individu yang dasarnya emang anak gunung.

Gunung Kawah Ijen juga menjadi sorotan publik karena banyak wisatawan yang memilih
liburan dengan mendaki gunung. Gunung Kawah Ijen terletak di antara dua kabupaten Banyuangi
dan Bondowoso Jawa timur, kawah Ijen tidak pernah sepi pengunjung karena gunung Kawah Ijen
sendiri memiliki keunikan dan keindahannya sendiri yaitu terdapat kawah api berwarna biru blue
fire dengan ketinggian 2443 mdpl (meter diatas permukaan laut). Banyak wisatawan tertarik
mendatangi gunung kawah ijen tersebut walaupun perjalan menuju blue fire terbilang
pendakiannya dengan trekking, namun wisatawan terbayar puas setelah mencapai puncak karena
disuguhi keindahan pemandangan kawah api berwarna biru.
Menurut Plog (1972) Pendaki gunung dalam dimensi kepribadian termasuk Allosentrisme,
menyukai tempat wisata yang cukup aneh dan seringkali liburannya tanpa adanya persiapan.
Karena seorang pendaki hanya bermodal tekad serta mental dan biaya liburannya terbilang murah.
Dalam 8 kategori pengembangan dimensi kepribadian pariwisata termasuk seseorang yang
memiliki keberanian dalam berpetualangan, tipe orang suka mengeksplor hal baru. Juga termasuk
kategori maskulin, suka berwisata ke alam dan membawa perlengkapannya sendiri. Dan tipe
kepribadian seorang pendaki yaitu, ethical travellers dalam perencanaan liburan lebih memilih
menghindari polusi-polusi.
Maraknya pendakian gunung seiring bertambahnya jumlah pendaki setiap tahunnya. Sebagian
besar pendakian kebanyakan dilakukan pada bulan September-Desember, dibulan tersebut
menampilkan keindahan alam yang maksimal. Namun bulan ini cuaca di pegunungan kurang
mendukung sangat dingin karena curah hujan yang sangat tinggi. Terdapat beberapa risiko
terhadap kesehatan pendaki seperti radang dingin, cedera (jantung dan otot) dan hipotermia. Maka
dari itu para pendaki wajib mempersiapkan dengan cukup matang sebelum memulai pendakian
dikarenakan setiap wisata di pegunungan memiliki suhu dingin serta tantangan maupun rintangan
yang berbeda-beda. Pendaki gunung yang hanya ingin mengikuti trend sangat menjadi perhatian
saat ini karena pendaki pemula relatif mengalami kelalaian terhadap kode etik dan sangat
berbahaya dikalangan pendakian. Kepribadian egois ti dak disarankan atau tidak ditanamkan
dalam diri seorang pendaki akan berakibat fatal atau buruk (Beritajatim.com, 2016).
Menurut Maslow dalam kebutuhan dan motivasi dalam perjalanan berwisata yaitu need
Physiological dengan motivasi meredakan ketegangan dengan melarikan diri ingin mencari alam
dan kebanyakan orang yang sudah terbiasa dengan tantangan lebih memilih berwisata mendaki

gunung. Pendaki Need Aesthetics dengan motivasi apresiasi kecantikan lebih memilih mencari
aestetik lingkungan serta pemandangan.
Dampak yang seringkali terjadi pada pendaki yaitu hipotermia. Hipotermia sangat dihindari
karena berujung pada kematian. Hipotermia adalah suatu kondisi dimana mekanisme tubuh
mengalami penurunan suhu tubuh dan sulit menahan tekanan suhu dingin. Tubuh manusia hanya
dapat mengatur suhu 36,5 -37,5 celcius. Dibawah 35 celcius suhu tubuh manusia terasa lemah dan
selalu ingin berbaring, dan juga tidak dapat menahan panas sehingga detak jantung menurun
drastis. Hipotermia terbagi menjadi tiga, ringan, sedang, dan berat. Korban hipotermia ringan,
bicara kurang jelas, kulit sedikit abu-abu, detak jantung lambat, hipotermia sedang yaitu detak
jantung, pernafasan melambat, hanya bernafas 3-4 kali per menit, hipotermia berat yaitu,
kehilangan kesadarannya, badan kaku, pernafasan melambat tanpa disadari
(Belantaraindonesia.in, 2010).
Ketidakseimbangan antara keinginan mereka untuk mencapai puncak dengan pengetahuan
alam yang kurang optimal juga dapat menimbulkan konsekuensi yang sangat buruk. Contohnya
jika terdapat kabut yang cukup tebal pendaki dihimbau untuk tidak melanjutkan pendakian karena
jarak pandang yang sulit berakibat tersesat. Sikap egois tidak diperbolehkan ada dalam jiwa
pendaki, seorang pendaki wajib menanam sikap kekompakan satu sama lain sejak mulai
perjalanan, dan tanamkan prinsip naik bersama wajib turun bersama tanpa ada anggota yang
tertinggal. Selain mempersiapkan mental dan fisik, mulai dari barang bawaan seperti pakaian yang
menghangatkan, obat pribadi serta sikap seorang pendaki sesuai kode etik. Jika pemula wajib
meminta pemandu atau polisis guna menemani saat perjalanan karena keselamatan nomer satu.
PENUTUP
Berdasarkan pembahasan diatas diketahui banyak kalangan anak muda sampai kalangan
masyarakat banyak menggemari wisata trekking mountain (hikking) karena mempunyai tantangan
tersendiri cukup berbeda dengan wisata lainnya. Namun masih banyak pendaki dan pendaki
pemula yang menganggap remeh persiapan pendakian dan menganggap mendaki gunung hanya
untuk bersenang-senang terkadang tingkat pengetahuan pendaki masih banyak diabaikan,
kebanyakan pendakian gunung hanya dijadikan trend ajang ikut-ikutan mengabadikan moment
saat berada di gunung, tanpa didasari ilmu alam yang sangat penting terutama persiapan fisik dan
mental yang matang serta etika atau tata krama dalam melakukan aktivitas di alam. Tapi faktanya

di media sosial beredar video pendaki mengalami hipotermia akibat tidak kuatnya menahan suhu
dingin, dan biasanya kehilangan fokus sementara sampai tidak sadarkan diri. Perlunya selain
mempersiapkan fisik dan mental juga perlu mempersiapkan barang bawaan yang memadai serta
informasi tentang gunung tersebut. Karena ada gunung Marapi yang baru saja akhir tahun lalu
mengeluarkan erupsi, erupsi tersebut tiba-tiba keluar tidak dapat diprediksi sebelumnya.
SARAN
Maka dari itu sangat perlu adanya edukasi atau kampanye menarik, kreatif serta efektif guna
meningkatkan kesadaran pendaki tentang pentingnya persiapan pendakian gunung sehingga
mengurangi risiko yang tidak diinginkan. Mungkin setelah banyak kejadian yang terjadi di
beberapa gunung dengan kejadian yang berbeda-beda, menyediakan fitur online seperti informasi
di web online yang didalamnya terdapat informasi ter-update khusus pendakian, seperti kesulitan
pendakian gunung, bagian yang tidak boleh dilewati, jumlah pendaki setiap tahunnya, prediksi
mengenai cuaca dan lain-lain. Bahkan hingga perlengkapan pendakian didalam fitur online
tersebut juga tersedia memudahkan wisatawan dalam pendakian.

DAFTAR PUSTAKA

Ardianto, F. et al. (2015). Profil Denyut Nadi Di Ketinggian Yang Berbeda Pada Pendaki
Gunung Merbabu. Journal of Sport Sciences and Fitness, 4(2), 1–4.
Beritajatim, 2016, pendakian gunung , tersedia: http://beritajatim.com/tag-berita/pendakigunung.
> [diakses 15 februari2017] Belantaraindonesia, 2010, mengenal hipotermiah, tersedia:
http://www.belantaraindonesia.in/2010/11 /mengenal-hipotermia.html.> [diakses 15
februari2017].
Belantaraindonesia, 2010, mengenal hipotermiah, tersedia:
http://www.belantaraindonesia.in/2010/11 /mengenal-hipotermia.html.> [diakses 15
februari2017].
Lailissaum, A. et al. (2013). Jurnal Geodesi Undip Oktober 2013 Jurnal Geodesi Undip Oktober
2013. Jurnal Geodesi Undip, 5(4), 233–242.
MacCannell, D. (1999). The Tourist: A New Theory of the Leisure Class. Los Angeles: University
of California Press.
Mudana, I. G. et al. (2017). Mendaki Gunung yang Disucikan: Perspektif Pariwisata, Lingkungan,
dan Kebudayaan. Proceeding TEAM, 2, 771. https://doi.org/10.23887/team.vol2.2017.214.
Pramudya, R. A., & Hidayat, S. (2017). PERANCANGAN BUKU PANDUAN MENDAKI
GUNUNG UNTUK PEMULA 1
ʼ
2Program Studi Desain Komunikasi Visual , Fakultas
Industri Kreatif , Universitas Telkom Abstrak 2 . 1 Pendaki Gunung Arti pendakian gunung
atau mendaki gunung yang disadur dari KBBI online sebagai be. 4(3), 259–269.
Trauer, B. (2006). Mengkonseptualisasikan pariwisata minat khusus—kerangka analisis.Manajemen Pariwisata , 27 (2), 183-200.

Penulis : Afita Yudit Tafiyanti Rachman, Progam Studi Psikologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Budaya, Universitas Trunojoyo Madura.