Persimpangan Jalan Mudik: Antara Nostalgia dan Realitas Masa Kini

Persimpangan Jalan Mudik: Antara Nostalgia dan Realitas Masa Kini

Anita Putri Dwi Yanto

Program Studi Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Budaya

Universitas Trunojoyo Madura

Email : anitaputridwiyanto@gmail.com 

Fenomena mudik merupakan sebuah fenomena sosial, budaya dan ekonomi yang tidak dapat terpisahkan dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Mudik seringkali dikaitkan dengan sebuah perayaan kemenangan bagi masyarakat muslim setelah satu bulan penuh menjalankan ibadah puasa di bulan ramadhan yakni perayaan Hari Raya Idul Fitri. Sebagai wujud dalam perayaan tersebut, mayoritas masyarakat memilih merayakan bersama keluarga di daerah asal atau kampung halaman. Mudik sendiri berawal dari kata “udik” yang mempunyai arti kampung, ada pula yang menyebutkan bahwa ‘mulih dilik’ dalam artian bahasa jawa ngoko, jika kita artikan ke dalam Bahasa Indonesia memiliki arti “pulang sebentar”. 

Fenomena mudik merupakan suatu proses migrasi sirkuler sebab mempunyai sifat yang temporer dalam waktu yang sangat singkat (Soebyakto, 2011). Di samping itu, mudik juga sebagai sebuah proses migrasi yang berlangsung sebelum adanya hari libur atau pasca terjadinya libur panjang dan juga menjadi sebuah simbol adanya kultur komunitas di dalamnya. Dengan kata lain, mudik merupakan agenda tahunan yang dilakukan oleh masyarakat Indonesia yang sedang hidup di tanah perantauan baik karena mencari pekerjaan atau mencari ilmu secara (sekolah/kuliah) untuk kembali lagi ke kampung halamannya untuk berkumpul kembali dengan sanak keluarga. Adanya fenomena mudik ini dapat mempunyai hubungan yang erat dengan kebiasaan perilaku sosial manusia untuk selalu berperilaku dengan baik, saling menghargai, dan menghormati antar sesamanya, di sisi lainnya juga mempunyai adanya sifat dan kejiwaan dalam diri setiap manusia nya yakni seperti terdapat sikap yang sabar, ikhlas, saling berjabat tangan ketika bertemu, saling memaafkan antar sesamanya. Dari hal yang seperti inilah akan membangun sikap yang positif. untuk membangun ketenangan dalam jiwa, dengan memahami nilai-nilai seperti sebuah kebersamaan, toleransi dan keramahtamahan. 

Fenomena mudik ini juga bisa disebut degan aktivitas sosial-ekonomi, karena banyak pula masyarakat yang melakukan mudik menganggap bahwa mudik tersebut merupakan sebuah peluang untuk mendapatkan uang, sebagai bentuk tabungan hari raya yang biasanya di bagikan oleh sanak saudara, teman sekaligus para tetangga yang biasanya disebut dengan istilah THR. Ada pula peluang ekonomi lainnya yakni melalui industri transportasi dan peluang bagi pengusaha kecil dan wirausaha, akan tetapi peluang yang paling signifikan ialah industri transportasi karena ketika jutaan orang yang melakukan perjalanan mudik dari perkotaan ke kampung hlaman terdapat permintaan yang tinggi terhadap layanan transportasi seperti tiket bus, kertea api, kapal laut, dan kendaraan pribadi yang sering di sewa untuk perjalanan tersebut, dari lonjakan permintaan terhadap jasa transportasi ini sangat berdampak bagi pendapatan industry transportasi tersebut, karena bisa menciptakan lapangan kerja dan peluang ekonomi bagi banyak orang. Di sisi lainnya juga peningkatan peluang bagi pelaku usaha ataupun wirausaha karena permintaan berbagai barang atau jasa seperti oleh-oleh, pembuatan hampers, pakaian dll. Dari hal inilah menciptakan sebuah pasar bagi usaha kecil dan pengusaha untuk menjual produk mereka kepada para wisatawan untuk keluarga di kampung. 

Maka dari itu seseorang yang melakukan mudik harus mempersiapkan dana yang cukup besar, karena mudik seringkali memerlukan biaya pengeluaran yang signifikan, termasuk biaya transportasi pulang pergi, penginapan, konsumsi selama perjalanan dan kebutuhan lainnya untuk memastikan perjalanan nya berjalan secara lancer dan nyaman. Selain menyiapkan dana yang cukup untuk melakukan mudik, pemudik juga harus mengelola keuangan mereka dengan bijaksana selama melakukan perjalanan, terasuk membuat sebuah anggaran untuk pengeluaran selama mudik, memprioritaskan kebutuhan yang penting, dan menghindari pemborosan yang tidak perlu dilakukan. Dengan mempersiapkan dana yang matang dan memanajemen keuangan yang bijaksana, pemudik akan menjalani perjalanan yang lebih tenang dan nyaman sambil memastikan momen berharga nantinya dengan keluarga di kampung halaman dengan nikmat.

Referensi : 

Daniar, E. S., & Rindawati, M. S. (2022). Tinjauan geografi sosial budaya terhadap mudik lebaran masyarakat Jawa. Jurnal Geografi: Geografi dan Pengajarannya, xx (April), 1-9.

Somantri, G. R. (2007). Kajian Sosiologis Fenomena Mudik. Depok: Universitas Indonesia.

Karimullah, S. S. (2021). Tinjauan Antropologi Hukum dan Budaya terhadap Mudik Lebaran Masyarakat Yogyakarta. Sosial Budaya, 18(1), 64-74