Seperti yang telah banyak kita ketahui sejak lama bahwasanya masyarakat Madura sering kita jumpai dimanapun kita berada, termasuk juga di daerah Kediri. Faktanya memang sudah sejak lama masyarakat Madura telah memulai gerakan mobilisasi keseluruh plosok negeri yang ada di Indonesia, kurang lebih sudah sejak awal abad ke 17 mereka memulai mobilisasi itu. Awalnya perpindahan mereka didasari oleh kekalahan Madura dari serangan kerajaan Mataram Islam sehingga Raden Prasena yang merupakan (pewaris kerajaan tengah) berserta pengikutnya yang merupakan orang Madura asli diboyong ke kerajaan Mataram yang ada di Plered. Sampai kemudian pada awal abad 19 orang Madura dengan berduyun-duyun mulai meninggalkan tanah kelahiran mereka untuk pergi ke daerah yang ada di plosok negeri terutama di Jawa Timur. Maka dari itu tak heran jika kita kerap kali bertemu dengan orang-orang Madura di banyak tempat yang kita singgahi.
Dan uniknya sering kali kita lihat bahwasanya orang-orang Madura kerap kali dipandang “nyleneh” ataupun mendapat pandangan-pandangan absurd dari orang-orang yang mungkin pada dasarnya belum terlalu mengenal atau mengetahui banyak hal tentang orang Madura dengan segala budaya dan kebiasaannya yang pada dasarnya memang banyak berbeda dengan mayoritas penduduk asli dari tempat yang orang-orang Madura itu datangi, termasuk juga di Kediri.
Sudah menjadi rahasia umum bahwasanya karakteristik orang-orang Madura selalu kental dengan pendiriannya yang teguh, suara yang lantang, dan logat bahasanya yang terkadang terdengar rumit di telinga karena penuturannya yang terlalu cepat. Oleh sebab itu pula, kerap kali orang-orang Madura mendapatkan pandangan atau stigma yang tak jarang mengarah kepada pandangan yang negatif, baik orang-orang Madura yang sering dianggap kental dengan kekerasan dan kepribadiannya yang menyeramkan.
Meski pada kenyataannya orang-orang Madura memiliki kepribadian yang teguh dan suaranya yang lantang itu karena berdasar kepada pengaruh geografis, dimana letak daerah Madura sendiri berada di pesisir laut utara yang mengharuskan orang-orang Madura bertahan dengan cara hidupnya yang keras. Tapi lain daripada hal itu, orang Madura sebenarnya juga tak sebegitu terlihat mengerikannya, kenyataannya mereka juga orang-orang yang penuh dengan “guyonan” juga seperti insan-insan pada umumnya.
Selain itu orang-orang Madura juga terkenal memiliki etos kerja yang tinggi, maka tak heran jika dimanapun kita berada kita sering menemukan banyak sekali tempat-tempat usaha yang eksis dengan berlabelkan nama Madura dibelakangnya. Entah itu sate madura, jenang madura, toko sembako madura, dan yang tak kalah eksis adalah ia sang tukang cukur madura yang tak pandang bulu siapapun nama tukang cukurnya, entah Darsam, Abul, Dzulfikar ataupun Eko, pun pada akhirnya tetap saja label usaha itu tetap bernama tukang cukur madura.
Maka tak heran juga hal itu sering menjadi pertanyaan dan ataupun pernyataan dari orang-orang yang berasal dari luar Madura “apa-apa kok nama akhirnya selalu madura, sih?” “keren ya orang-orang madura selalu bangga dengan identitasnya” begitu juga di Kediri.
Selama ini yang saya ketahui orang-orang Kediri juga tak jauh beda dengan orang-orang daerah lainnya, dimana orang-orang Kediri juga banyak yang suka “ngrasani” (menggunjing) orang-orang yang dianggapnya aneh atau berbeda dengan dirinya, meski pandangan itu tidak menggunakan perasaannya yang benci hingga sampai memaki-maki, barangkali sebagaian dari orang-orang kediri ini sudah menganggap bahwasanya “ngrasani” adalah sebagian dari cinta yang murni atau mungkin memang sudah hobi (absurd).
Hal itu juga berlaku pada orang-orang Madura yang dimata sebagian orang-orang Kediri yang suka “ngrasani” itu. Hal-hal yang kerap kali disoroti atau “dirasani” oleh orang-orang Kediri kepada orang-orang Madura antara lain ialah gaya bahasa mereka yang selalu terdengar tangkas dan trengginas, orang-orang Kediri sebut “sok kereng” atau lebih jelasnya orang-orang Kediri menganggap bahwasanya dengan gaya bahasa yang seperti itu, orang-orang Madura terlihat seperti orang yang sok keras dengan tipikal suaranya yang lantang. Selain itu sebenarnya masih ada juga banyak hal yang orang-orang Kediri soroti entah dari perilaku atau karakteristik orang-orang Madura, tapi tak jauh beda dengan pandangan orang-orang Kediri yang saya jelaskan tadi pandangan mereka hanya bersifat absurd dan tak penting.
Saking absurdnya perihal tukang cukur Madura yang cukup fenomenal sejagat raya itu juga tak luput dari pandangan absurd orang-orang Kediri, diantara pandangan-pandangan itu adalah orang-orang Kediri yang selalu heran dengan apa yang menjadi beda antara tukang cukur Madura dengan tukang cukur yang lainnya, pun sebenarnya kota Kediri sendiri tidak kekurangan orang yang berprofesi sebagai tukang cukur, dan masih ditambah lagi sekarang juga sedang “bomming” dikalangan anak muda tentang fenomena Barbershop yang merajalela di sudut-sudut kota Kediri yang pada dasarnya hal itu juga menjadi sorotan orang-orang Kediri. Orang-orang Kediri heran tentang hadirnya Barbershop yang berani untuk memasang tarif tinggi sedang yang dilakukannya juga tak jauh beda dengan tukang cukur lainnya, orang-orang Kediri bilang “lha wong gur podo-podo nyukure eg” (orang cuma sama-sama menyukurnya kok).
Dan kembali lagi ke tukang cukur Madura, orang-orang Kediri juga heran dengan orang-orang Madura yang rela jauh-jauh merantau ke Kediri, sedang di Kediri mereka hanya membuka jasa cukur, pun pada akhirnya juga berakhir dengan karir yang cukup fenomenal.
Tapi diluar semua itu, faktanya banyak dari orang-orang kediri juga lebih memilih untuk cukur di tukang cukur madura ketimbang cukur di tukang cukur yang lain. Orang-orang Kediri bilang, walaupun orang-orang Madura terlihat sok keras dan lain daripada yang lain, yang penting mereka dapat cukur dengan harga yang murah dan tak kalah berkualitasnya dengan Barbershop yang cukup mencekik dompet orang-orang kediri dengan embel-embelnya yang sok ke bule-bulean itu.
DAFTAR PUSTAKA
Zulaihah, Sitti. “Orang Madura di Yogyakarta: Studi Tentang Sejarah Migrasi Penjual Sate Madura di Yogyakarta.” heritage 1.2 (2020): 125-148.
Wadjdi, Farid. 2015. Ciri Khas Madura Dengan Stigma Berbeda Dari Masyarakat. https://www.kompasiana.com/badriyah/54ffb4eba33311be4c510df8/ciri-khas-madura-dengan-stigma-berbeda-dari-masyarakat. Diakses pada 17 Juni 2022.
Hartono, Mudji. “Migrasi Orang-Orang Madura Di Ujung Timur Jawa Timur: Suatu Kajian Sosial Ekonomi.” Istoria. Vol 4 No.1 (2010)
Karya; Bimo Sasongko (Anggota Aktif UKM-F Riset 2021)