Tarawih Pertama yang Mengesankan, Berangkat Tarawih Melewati Banjir

Ramadan merupakan bulan suci bagi umat Islam. Bulan ini merupakan moment yang ditunggu-tunggu karena segala sesuatu yang dilakukan dibulan Ramadan akan bernilai ibadah. Pada bulan ini pula umat muslim diwajibkan untuk berpuasa, menahan diri dari hawa nafsu termasuk didalamnya makan dan minum, sehingga pada bulan ini, umat muslim harus memerangi nafsu dirinya sendiri sampai sebulan penuh dan dirayakan dengan hari kemenangan yaitu Hari Raya Idul Fitri. 

Bak Ramadan biasanya, tentu saja Ramadan kali ini juga diwarnai dengan kegiatan-kegiatan positif seperti pelaksanakan sholat tarawih, sahur dan amalan-amalan lain yang bernilai ibadah, namun bagaimana jika dalam melaksanakan tarawih, ternyata warga Dusun Karang Asem Kecamatan Rengel Kabupaten Tuban harus melewati banjir terlebih dahulu? Ya, pada Senin kemarin, warga di Dusun Karang Asem dilanda banjir dari bengawan, hingga tinggi air mencapai betis orang dewasa. Fenomena ini bukan hal baru bagi warga Dusun Karang Asem karena setiap tahun pasti banjir menyapa kami dengan segala dinamikanya..

Perbedaan Ramadan tahun ini dengan tahun-tahun sebelumnya tentu saja sangat terasa dengan adanya banjir yang melanda dusun kami. Sebuah penyambutan yang luar biasa hingga kegiatan pertama yakni sholat tarawih harus melewati genangan air, hilir mudik jamaah sholat tarawih, ada yang berusaha menggulung celananya agar tidak basah, ada yang berusaha menyingkap sarungnya agar tidak basah pula dan ada pula yang menggenggam erat mukenanya agar tidak terapung ke air banjir, saat dalam perjalanan ke Masjid.

Tentu saja kejadian ini merupakan momen yang mengesankan bagi kami, warga Dusun Karang Asem, karena sebelumnya belum pernah Ramadan dengan sambutan banjir seperti ini, apalagi hari pertama Ramadan. Entah ini pertanda apa, tetapi kami cukup menikmati tantangan demi tantangan untuk tetap melakukan amal-amal kebaikan, ibadah dan lainnya menjelang hari pertama kami berpuasa. Beberapa orang disekitar saya juga sudah menyiapkan belanjaan untuk sahur besok, mereka hilir mudik ke toko kelontong dekat rumah saya, katanya membeli belanjaan untuk dimasak sahur. 

Beberapa dari mereka juga khawatir jika besok air terus pasang. Mereka berjaga-jaga agar besok tetap bisa sahur dengan hikmat, bersama keluarga, tanpa menghilangkan kebersamaan yang hangat, meski tentu ada beberapa momen yang hilang, misalnya jalan-jalan pagi setelah sahur. Biasanya saya dan kawan-kawan melaksanakan jalan-jalan pagi setelah sahur, tepatnya setelah sholat subuh, namun agaknya di Ramadan hari pertama ini tidak bisa melakukan hal serupa karena air cukup tinggi. 

Mulai Minggu malam, tetangga saya sudah kalang kabut untuk menyelamatkan padinya di sawah, karena takut terendam banjir, sehingga padi yang seharusnya belum waktunya panen, terpaksa dipanen daripada tidak mendapat apa-apa. Sungguh banjir diawal tahun 2024 ini cukup mengejutkan bagi kami karena datangnya tiba-tiba sekali dan tepat pada 1 Ramadan. Kami berharap tidak terjadi hal serupa lagi karena adanya banjir membuat aktivitas kami tidak bisa normal seperti biasanya. Sepeda banyak yang mesinnya mati karena terendam air, tidak bisa mencari nafkah karena air pasang dan beberapa rumah sudah direndam air banjir sejak pagi. 

Harapan saya mewakili masyarakat Dusun Karang Asem adalah segera menemukan penyebab adanya banjir agar segera terselesaikan, tentu ini adalah permasalahan dari tahun ke tahun. Selain itu masyarakat tidak lagi was-was, lebih-lebih bagi mereka, Petani yang mengadu nasibnya di sawah, tentu saat banjir seperti ini para petani cemas jika padinya terendam air banjir, mata pencahariannya hilang karena banjir. Memang benar permasalahan ini bukan hal yang baru lagi, maka perlu pendalaman agar menemukan solusi. 

 

Atribusi Penulis:

Penulis bernama lengkap Sugiati, merupakan seorang mahasiswa dari Prodi Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Budaya, Universitas Trunojoyo Madura. Kecintaannya pada dunia tulis telah mengantarkannya memiliki puluhan karya yang berhasil terbit di website dan menerbitkan dua buku solonya, serta beberapa buku antologi yang ia tulis bersama penulis-penulis terbaik di Nusantara. Baginya menulis adalah rumah, tempat ia pulang saat semesta tidak sedang searah.